Wednesday, February 15, 2017

, ,

(Tetralogi Buru #1) Bumi Manusia - Pramoedya Ananta Toer


Judul: Bumi Manusia
Penulis: Pramoedya Ananta Toer
Editor: Astuti Ananta Toer
Desain sampul: Nadia
Penerbit: Lentera Dipantara



Blurb:

Roman Tetralogi Buru mengambil latar belakang dan cikal bakal nation Indonesia di awal abad ke-20. Dengan membacanya waktu kita dibalikkan sedemikian rupa dan hidup di era membibitnya pergerakan nasional mula-mula, juga pertautan rasa, kegamangan jiwa, percintaan, dan pertarungan kekuatan anonim para srikandi yang mengawal penyemaian bangunan nasional yang kemudian kelak melahirkan Indonesia modern.


Roman bagian pertama; Bumi Manusia, sebagai periode penyemaian dan kegelisahan dimana Minke sebagai aktor sekaligus kreator adalah manusia berdarah priyayi yang semampu mungkin keluar dari kepompong kejawaannya menuju manusia yang bebas dan merdeka, di sudut lain membelah jiwa ke-Eropa-an yang menjadi simbol dan kiblat dari ketinggian pengetahuan dan peradaban.


Pram menggambarkan sebuah adegan antara Minke dengan ayahnya yang sangat sentimentil: Aku mengangkat sembah sebagaimana biasa aku lihat dilakukan punggawa terhadap kakekku dan nenekku dan orangtuaku, waktu lebaran. Dan yang sekarang tak juga kuturunkan sebelum Bupati itu duduk enak di tempatnya. Dalam mengangkat sembah serasa hilang seluruh ilmu dan pengetahuan yang kupelajari tahun demi tahun belakangan ini. Hilang indahnya dunia sebagaimana dijanjikan oleh kemajuan ilmu .... Sembah pengagungan pada leluhur dan pembesar melalui perendahan dan penghinaan diri! Sampai sedatar tanah kalau mungkin! Uh, anak-cucuku tak kurelakan menjalani kehinaan ini.


"Kita kalah, Ma," bisikku.


"Kita telah melawan, Nak, Nyo, sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya."

Non-spoiler summary


Buku pertama dari Tetralogi Buru ini bercerita tentang Minke (baca: Mingke. Tolong dicatat bukan mong-something. lol)--seorang Pribumi yang juga merupakan murid H.B.S. Karena dia murid H.B.S., otomatis dia termasuk Pribumi yang masih keturunan orang penting gitu (semacam anak Bupati). Nah, tapi si Minke ini enggak mau ngakuin gitu dia anak siapa. Dia memperkenalkan diri ya hanya sebagai Minke. Seorang Pribumi. Titik.

"Jauh sebelum Eropa beradab, bangsa Yahudi dan Cina telah menggunakan nama marga. Adanya hubungan dengan bangsa-bangsa lain yang menyebabkan Eropa tahu pentingnya nama keluarga…Kalau pribumi tak punya nama keluarga, memang karena mereka tidak atau belum membutuhkan, dan itu tidak berarti hina. Kalau Nederland tak punya Prambanan dan Borobudur, jelas pada jamannya Jawa lebih maju daripada Nederland."

Nah, walaupun Minke ini Pribumi, tapi dia itu sangat mengagung-agungkan ilmu pengetahuan dari Eropa. Dia bahkan bisa nulis pakai bahasa Belanda dan punya nama pena Max Tollenaar. (Selengkapnya tentang Minke bakal saya bahas di bagian karakter.)

“Aku lebih mempercayai ilmu pengetahuan, akal. Setidak-tidaknya padanya ada kepastian-kepastian yang bisa dipegang.”

Nah, suatu hari, Minke diajak temannya ke rumah salah seorang Belanda yang mewah banget. Di sana, Minke bertemu dengan Annelies--seorang Indo yang digambarkan cantik banget.

Kayak bidadari jatuh dari surga.



Maka, seperti normalnya setiap laki-laki di dunia, Minke pun terpikat kepada Annelies. Di hari itu juga, Annelies mengajak Minke bertemu dengan ibunya--Nyai Ontosoroh, yang akan saya bahas lebih lengkap di bagian karakter x D. Intinya, Minke heran sekaligus kagum sama sosok Nyai ini sejak pertama bertemu.

Nah, Nyai Ontosoroh sama Annelies ini suka sama Minke. Mereka pun terus-terusan mengundang Minke buat datang dan tinggal di rumah mereka. Awalnya kan, Minke enggak mau, karena nanti dia dikira gimanaa gitu tinggal di rumah Nyai-Nyai. Tapi kemudian, sahabat baiknya Minke yang bernama Jean Marais menasihati Minke dengan berkata bahwa kita enggak seharusnya kemakan sama bahan gosip orang-orang. Kita harus bisa menilai segala sesuatu sendiri.

Pendapat umum perlu dan harus diindahkan, dihormati, kalau benar. Kalau salah, mengapa dihormati dan diindahkan? Seorang terpelajar harus juga belajar berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan. Itulah memang arti terpelajar itu.”



Minke pun akhirnya tinggal di rumah Nyai dan Ann. Tapi sejak itu pun, berbagai macam kesulitan terus-terusan datang. Mulai dari dia dapat masalah sampai terpaksa dikeluarin dari sekolah (dan dimasukin lagi), dan setelah itu pun, dia masih mendapat masalah.

Nah, masalah yang kedua ini, masalah yang cukup seru dan bikin saya greget. Jadi gini, karena beberapa hal, Annelies (yang di akhir buku udah jadi istrinya Minke), diambil gitu aja sama hukum Belanda dan di bawa ke Belanda. 

Pokoknya, jahat banget, lah. Kasihan Nyai sama Minke.


Yang kamu lakukan ke saya itu.... JAHAT!


"Kita kalah, Ma," bisikku.


"Kita telah melawan, Nak, Nyo, sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya."

Writing


Buat yang enggak terbiasa baca buku-buku lama, pasti rasanya agak aneh gitu waktu pertama baca. Saya juga awal-awalnya agak perlu beradaptasi dulu pas baca--udah lama enggak baca buku kayak gini. Tapi lama-lama saya ngerasa biasa aja. Malah saya terpukau (?) sama cara Pramoedya Ananta Toer ngebawain ceritanya.

Bahasanya bagus banget yaampun.



Dari buku ini, juga banyak kutipan-kutipan dan pelajaran-pelajaran yang keren banget : D


Characters

Yay, akhirnya sampai di bagian karakter juga! Di bagian ini, saya cuma mau bahas tiga karakter aja--Minke, Annelies, dan Nyai Ontosoroh.

Oke, ayo langsung ke Minke!

Seperti yang sudah saya bilang tadi, Minke adalah seorang Pribumi Jawa yang karena sekolah di H.B.S. dan menelan segala macam ilmu Eropa, pikirannya udah maju banget dibandingkan orang-orang Jawa saat itu yang pada masih kolot dan strict banget sama budayanya.

“Seorang pelayan wanita menghidangkan susu coklat dan kue. Dan pelayan itu tidak datang merangkak-rangkak seperti pada majikan Pribumi. Malah dia melihat padaku seperti menyatakan keheranan. Tak mungkin yang demikian terjadi pada majikan Pribumi: dia harus menunduk, menunduk terus. Dan alangkah indah kehidupan tanpa merangkak-rangkak di hadapan orang lain.” 

Dan karena itulah, si Minke ini agak membangkang di dalam hati pas disuruh ngerangkak-rangkak di depan Bupati B. (Walaupun itu ayahnya sendiri.)

“Apa guna belajar ilmu dan pengetahuan Eropa, bergaul dengan orang-orang Eropa, kalau akhirnya toh harus merangkak, beringsut seperti keong dan menyembah seorang raja kecil yang barang kali buta huruf pula! God, God! Menghadap bupati sama dengan bersiap menampung penghinaan tanpa boleh membela diri. Tak pernah aku memaksa orang lain berbuat semacam itu terhadapku. Mengapa harus kulakukan untuk orang lain? Sambar gledek!” 

Di masanya Minke itu, menurut adat Jawa, yang lebih dihormati adalah yang lebih tua. Jadi mau itu orang bener kek, salah kek, pokoknya dia harus dihormati karena dia lebih tua.



Nah, si Minke itu enggak setuju. Menurut dia, seseorang itu dihormati karena yah, apa yang dia lakukan. Bukan karena semata-mata dia lebih tua dengan segala macam titelnya.

“Orang Jawa sujud berbakti kepada yang lebih tua, lebih berkuasa, satu jalan pada penghujung keluhuran. Orang harus berani mengalah, Gus."

“Yang berani mengalah terinjak-injak, Bunda.”

Bukti kalau si Minke ini adalah sosok Pribumi yang udah maju adalah, dia nulis pakai bahasa Belanda dengan nama pena Max Tollenaar. Tulisan-tulisannya dimuat di surat kabar dan banyak yang baca. Bahkan orang-orang enggak nyangka kalau Max Tollenaar itu ternyata Minke--seorang Pribumi.

“Kalian boleh maju dalam pelajaran, mungkin mencapai deretan gelar kesarjanaan apa saja, tapi tanpa mencintai sastra, kalian tinggal hanya hewan yang pandai."

Selain itu, Minke ini juga menolak waktu ditawarin jabatan apa-apa. Dia lebih memilih buat jadi manusia yang bebas aja.

“Duniaku bukan jabatan, pangkat, gaji dan kecurangan. Duniaku bumi manusia dengan persoalannya.” 

Nah, tapi di akhir buku, Minke dibuat kecewa sama kelakuan orang-orang Eropa. Sepanjang buku ini kan, dia mengelu-elukan pengetahuan Eropa yang udah maju begini-begitu. Tapi pas hukum Eropa menjatuhi keluarga Nyai dan membawa Ann pergi, si Minke kecewa dan kesel banget.

“Bagaimana bisa manusia hanya ditimbang dari surat-surat resmi belaka, dan tidak dari wujudnya sebagai manusia?” 




Kemudian, ada Annelies. Nah, saya sebenarnya cukup kasihan sama dia. Lemah gituu. Walaupun saya kadang-kadang enggak bisa nahan rasa kesel saya sih. Soalnya dia kadang annoying abis. Tapi oke, itu emang bukan salahnya dia. Tapi kan tetep aja wkwk.

Biarpun begituu, yaampun, saya enggak bisa bayangin gimana rasanya jadi Annelies yang ditarik paksa dari keluarganya dan dibawa ke negeri antah-berantah. Oke, emang Annelies keturunan Belanda, tapi kan dia sama sekali belum pernah ke sana.



Dan Annelies diceritakan sangat cantik. Cantik bangetbanget. Saya bisa bayangin sih, yang cantik gitu tapi rapuh. Kasihan banget sih : "

“Mas, kan kita pernah berbahagia bersama?"

"Tentu, Ann."

"Kenangkan kebahagiaan itu saja, ya Mas, jangan yang lain.” 


Terakhir, ada Nyai Ontosoroh! < 3

Buat yang enggak tahu, Nyai itu adalah sebutan untuk semacam gundik--simpanan orang Eropa yang tinggal serumah, punya anak dll, tapi enggak dinikahi secara resmi. Nama aslinya Nyai Ontosoroh itu Sanikem. Dia diambil sama Herman Mellema dari orangtuanya, dan sebenarnya, Tuan Mellema itu awalnya baik. Tapi kemudian, ada suatu kejadian yang bikin Tuan Mellema jadi rada-rada enggak bener, sehingga perusahaan besar Tuan Mellema yang ngurus Nyai.

Kurang keren apa? Nyai Ontosoroh bukan yang disuruh-suruh, justru dia yang nyuruh-nyuruh dan mempekerjakan orang lain. Makanya, Minke itu semacam apa ya... kagum sama Nyai Ontosoroh.

“Jangan anggap remeh si manusia, yang kelihatannya begitu sederhana; biar penglihatanmu setajam elang, pikiranmu setajam pisau cukur, perabaanmu lebih peka dari para dewa, pendengaran dapat menangkap musik dan ratap-tangis kehidupan; pengetahuanmu tentang manusia takkan bakal bisa kemput.”

Apalagi, walaupun Nyai Ontosoroh enggak pernah sekolah, Nyai jago baca, tulis, bahasa Belanda, terus baca buku-buku Belanda, dan pintar dalam berbisnis, dan lain-lain. Awalnya, Nyai diajarin sama Tuan Mellema, dan kemudian dia belajar sendiri. Tapi itu aja udah keren banget. Minke sering merasa pengetahuannya belum seberapa dibanding pengetahuan Nyai--padahal, Minke sekolah di H.B.S.

“Sayang orang semacam itu takkan mungkin dapat hidup ditengah bangsanya sendiri. Dia seperti batu meteor yang melesit sendirian, melintasi keluasan tanpa batas, entah dimana kelak bakal mendarat, diplanit lain atau kembali ke bumi, atau hilang dalam ketakterbatasan alam,” (Magda Peters tentang Nyai)

Nah, Nyai Ontosoroh ini juga orangnya bold, terus tangguh, kuat, dan lain-lain. Ya, karena keadaan juga sih, dia jadi mau enggak mau jadi pribadi yang seperti itu. Tapi dampaknya, dia jadi agak mendominasi kehidupan Annelies yang enggak pernah keluar dari rumah.

Mengapa aku ceritakan ini padamu, Ann? Karena aku tak ingin melihat anakku mengulangi pengalaman terkutuk itu. Kau harus kawin secara wajar. Kawin dengan seseorang yang kau sukai dengan semau sendiri. Kau anakku, kau tidak boleh diperlakukan seperti hewan semacam itu. Anakku tak boleh dijual oleh siapa pun dengan harga berapa pun. Mama yang menjaga agar yang demikian takkan terjadi atas dirimu. Aku akan berkelahi untuk harga diri anakku. Ibuku dulu tak mampu mempertahankan aku, maka dia tidak patut jadi ibukku. Bapakku menjual aku sebagai anak kuda, dia pun tidak patut jadi bapakku. Aku tak punya orang tua.”

Plot

Saya suka alur dan konflik dalam buku ini. Walaupun di bagian awal agak lambat, tapi saya tetap enggak bosan karena tuturan Pramoedya Ananta Toer yang menarik banget jadi tetap asyik dibaca : D

Kalau buat konfliknya, saya suka banget bacanya. Selain konflik-konflik besar yang ada, di buku ini juga banyak konflik-konflik kecil yang sebenarnya bisa kita temui sehari-hari--tentang cinta, persahabatan, keluarga, dan banyak lagi.

“Cinta itu indah, Minke, juga kebinasaan yang mungkin membututinya. Orang harus berani menghadapi akibatnya."




Other things


Hmm, apa yaa.. saya minta maaf aja deh karena udah enggak update blog sejak awal Februari hehe. Belum sempat hhe. Dan saya juga udah selesai baca buku ini dari kapan tahu tapi baru sempat bikin review-nya sekarang hehe.

Ok. Ini enggak penting. Mari balik lagi ke bukunya wkwk.

*ditimpuk tomat*

Overall


Saya suka banget novel ini! Bacaan wajib setiap manusia di bumi.

Ok. Enggak juga, sih. Setiap orang kan punya selera masing-masing, tapi.... ini bagus banget! Seenggaknya, saya rasa, setiap orang harus ngasih buku ini kesempatan buat dibaca : D

Quotes


Ini banyak banget kutipan yang saya suka hahaha. Dari tadi aja, saya udah nyempilin kutipan-kutipan gitu kan di atas? Haha. Ok, deh, enggak apa-apa. Saya enggak bakal taruh banyak-banyak di sini. Yang penting kalian dapat gambaran seperti apa isi buku ini hehe.

“Letakkan cambukmu, raja, kau yang tak tahu bagaimana ilmu dan pengetahuan telah membuka babak baru di bumi manusia ini.”

--

“Dan apa bisa diperoleh dalam hidup ini tanpa bea? Semua harus dibayar, atau ditebus, juga sependek-pendek kebahagiaan.”

--

“Mereka membela apa yang mereka anggap menjadi haknya tanpa mengindahkan maut. Semua orang, sampai pun kanak-kanak! Mereka kalah, tapi tetap melawan. Melawan, Minke, dengan segala kemampuan dan ketakmampuan.”  

--

“Manusia yang wajar mesti punya sahabat, persahabatan tanpa pamrih. Tanpa sahabat hidup akan terlalu sunyi.”  

--

“Dan takada yang lebih sulit dipahami daripada sang manusia. Itu sebabnya tak habis-habisnya cerita dibuat dibumi ini” 

--

“Berbahagialah dia yang makan dari keringatnya sendiri bersuka karena usahanya sendiri dan maju karena pengalamannya sendiri."


--

“Kau akan berhasil dalam setiap pelajaran, dan kau harus percaya akan berhasil, dan berhasillah kau; anggap semua pelajaran mudah, dan semua akan jadi mudah; jangan takut pada pelajaran apa pun, karena ketakutan itu sendiri kebodohan awal yang akan membodohkan semua. 


Stars

Terakhir, saya kasih 5 dari 5 bintang untuk Annelies yang cantik : D.



5 comments:

  1. Anu anu kota B yang dimaksud itu Bojonegoro, sebuah kota kecil dekat Blora--tanah kelahirannya Pram. Anjay Pram emang mancaiii, wkwk reviewnya keren btw.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ohh gituu, makasih ya informasinya Kak : D. Hehe, terima kasih : )

      Delete
  2. An, suka banget sama reviewmu ini! semoga anak2 milenial bisa sekeren kamu gini bacaannya

    ReplyDelete
  3. Suka banget sama review ini. Lengkap dan mendetail, jadi enggak sabar pengen baca langsung. Meskipun udah ketinggalan dari kawan-kawan, bodo amat, wkwkkw

    ReplyDelete
  4. Wah, gimana ya versi filmnya, jadi ngga sabar, semoga ngga mengecewakan, trailer Bumi Manusia trending #1 di youtube

    ReplyDelete